Keberatan dan Banding


 

Keberatan dan Banding adalah salah satu hak bagi Wajib Pajak. Hal ini disebabkan Wajib Pajak merasa keberatan atas ketetapan pajaknya atau tidak puas atas Keputusan atas ketetapan pajak. Tentang Keberatan dan Banding ini diatur dalam UU KUP berdasarkan Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dibahas dalam BAB 5 tentang Keberatan dan Banding.

Bab 5 ini terdiri dari pasal 25 sampai dengan pasal 27 C berikut isinya :

BAB V KEBERATAN DAN BANDING 

     Pasal 25    

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: 

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; 

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; 

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; 

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau 

e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan                             perundangundangan perpajakan.    

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak            yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan         Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.   

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan         pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)         kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi         karena keadaan di luar kekuasaannya.     

(3a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan .

(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga dipertimbangkan.

(5) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.    

(6) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak.

(7) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.     

(8) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).     

(9) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.  

(10) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.    

Pasal 26    

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. 

(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.     

(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. 

(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.     

(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.     

Pasal 26A   

(1) Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.     

(2) Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.    

(3) Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), proses keberatan tetap dapat diselesaikan.    

(4) Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.      

Pasal 27   

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).  

(2) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.     

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.  

(4) Dihapus.     

(4a) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permintaan tertulis diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.     

(5) Dihapus.    

(5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.  

(5b) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).  

(5c) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a) sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.  

(5d) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.  

(5e) Dalam hal Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali, pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak tidak ditangguhkan atau dihentikan.  

(5f) Dalam hal Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.  

(5g) Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5f) diterbitkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal diterima Putusan Peninjauan Kembali oleh Direktur Jenderal Pajak.  

(6) Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 23 ayat (2) diatur dengan undang-undang.  

   Pasal 27A 

Dihapus.  

     Pasal 27B 

(1) Wajib Pajak diberikan imbalan bunga dalam hal pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.  

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar yang telah diterbitkan: 

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; 

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; 

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau 

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil.  

(3) Wajib Pajak diberi imbalan bunga dalam hal permohonan pembetulan, permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, atau permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.  

(4) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan: 

a. berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan suku                     bunga acuan dibagi 12 (dua belas); dan 

b. diberikan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1                     (satu) bulan.  

(5) Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang digunakan sebagai dasar penghitungan imbalan bunga adalah tarif bunga per bulan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.  

(6) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.  

(7) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung: 

a. sejak tanggal pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak                 Kurang Bayar Tambahan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,                  surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak; 

b. sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil         sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan,         atau pembatalan surat ketetapan pajak; atau 

c. sejak tanggal pembayaran Surat Tagihan Pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat                 Keputusan Pembetulan, surat keputusan pengurangan, atau pembatalan Surat Tagihan Pajak.  

   

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian imbalan bunga diatur dengan atau                             berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.  


Pasal 27C 

   

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan prosedur persetujuan bersama untuk mencegah         atau menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan persetujuan penghindaran pajak             berganda.  

 (2) Prosedur persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh: 

a. Wajib Pajak dalam negeri; 

b. Direktur Jenderal Pajak; 

c. pejabat berwenang negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak                             berganda; atau 

d. warga negara Indonesia melalui Direktur Jenderal Pajak terkait perlakuan diskriminatif di                     negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda yang bertentangan                dengan ketentuan mengenai nondiskriminasi, sesuai dengan ketentuan dan batas waktu                          sebagaimana diatur dalam persetujuan penghindaran pajak berganda. 

(3) Permintaan pelaksanaan prosedur persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dapat diajukan bersamaan dengan permohonan Wajib Pajak dalam negeri untuk mengajukan: 

a. keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; 

b. permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27; atau 

c. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud                 dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b.  

(4) Dalam hal pelaksanaan prosedur persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b belum menghasilkan persetujuan bersama sampai dengan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diucapkan, Direktur Jenderal Pajak: 

a. melanjutkan perundingan, dalam hal materi sengketa yang diputus dalam Putusan Banding                 atau Putusan Peninjauan Kembali bukan merupakan materi yang diajukan prosedur persetujuan                 bersama; atau 

b. menggunakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagai posisi dalam                      perundingan atau menghentikan perundingan, dalam hal materi sengketa yang diputus merupakan             materi yang diajukan prosedur persetujuan bersama.  

(5) Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil pelaksanaan prosedur persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat keputusan tentang persetujuan bersama.  

(6) Surat keputusan tentang persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk dasar pengembalian pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1a) atau dasar penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.  



Posting Komentar untuk "Keberatan dan Banding"