Penagihan Pajak



Penagihan Pajak dapat dilakukan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Akibat Pengihan Pajak ini bisa mengakibatkan Wajib Pajak dilakukan tindakan sandera bahkan sampai di sita hartanya, jika wajib pajak tidak kooperatif. Berikut aturan tentang Penagihan Pajak, tercantum dalam UU KUP berdasarkan UU HPP Bab 4 tentang Penagihan Pajak pasal 18 sampai dengan pasal 24

BAB IV PENAGIHAN PAJAK   

Pasal 18    

(1) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.     

(2) Dihapus.  


Pasal 19 

   

(1) Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.   

(2) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.  

(3) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, Wajib Pajak dikenai bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.     

(4) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.  


Pasal 20 

 

(1) Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.     

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penagihan seketika dan sekaligus dilakukan apabila: 

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; 

b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; 

c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; 

d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau 

e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.     

(3) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.  


Pasal 20A 

   

(1) Menteri Keuangan berwenang melakukan kerja sama untuk pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra.  

(2) Pelaksanaan bantuan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, yang meliputi pemberian bantuan penagihan pajak dan permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra atau yurisdiksi mitra.     

(3) Pemberian bantuan penagihan pajak dan permintaan bantuan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal.  

(4) Negara mitra atau yurisdiksi mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional.   

(5) Perjanjian internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perjanjian bilateral atau multilateral yang mengatur kerja sama mengenai hal yang berkaitan dengan bantuan penagihan pajak, meliputi: 

a. persetujuan penghindaran pajak berganda; 

b. konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan; atau 

c. perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.  

(6) Bantuan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah diterima klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra.     

(7) Klaim pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra yang paling sedikit memuat: 

a. nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan; dan 

b. identitas penanggung pajak atas klaim pajak.  

(8) Klaim pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan dasar penagihan pajak yang dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku mutatis mutandis dengan ketentuan penagihan pajak yang berlaku di negara mitra atau yurisdiksi mitra.     

(9) Hasil penagihan pajak atas klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra ditampung dalam rekening pemerintah lainnya sebelum dikirimkan ke negara mitra atau yurisdiksi mitra. 


Pasal 21 

   

(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.     

(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.     

(3) Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: 

a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; 

b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau 

c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.  

(3a) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.     

(4) Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.   

(5) Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut: 

a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau 

b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan. 


Pasal 22 

   

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.     

(2) Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: 

a. diterbitkan Surat Paksa; 

b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung; 

c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau 

d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. 


Pasal 23 

   

(1) Dihapus.  

   

(2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: 

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; 

b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; 

c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau 

d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan 

  hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.  

   

(3) Dihapus.  


Pasal 24 

 

Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.  

Posting Komentar untuk "Penagihan Pajak"